Kondisi Prancis kian kacau, ddipicu oleh langkah Presiden Emmanuel Macron yang menaikan batas usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun.
Di bawah reformasi pensiun Macron, usia pensiun umum minimum akan meningkat dari 62 menjadi 64 dan beberapa pekerja sektor publik akan kehilangan hak istimewa. Selain itu, akan ada percepatan peningkatan jumlah tahun kerja yang diperlukan untuk memenuhi syarat untuk pensiun penuh.
Manuvernya yang tidak populer ini pun memicu demonstrasi dan juga kerusuhan di berbagai kota Negeri Baguette. Para demonstran itu tergabung dalam serikat pekerja dan bertekad akan terus memprotes Macron hingga keputusan itu dicabut.
Namun Macron bergeming. Ia bahkan menggunakan kekuatan konstitusional khusus yang kontroversial pada Kamis (16/3/2023) untuk menghindari pemungutan suara di parlemen.
Beberapa menit sebelum anggota parlemen di majelis rendah akan memberikan suara, Macron masih mengadakan serangkaian pertemuan dengan tokoh politik senior. Tiba-tiba ia memilih untuk menggunakan kekuatan khusus alih-alih mempertaruhkan pemungutan suara, yang tampaknya akan kalah.
Secara rinci, peraturan yang digunakan adalah pasal 49.3 konstitusi, yang memberikan kekuasaan kepada pemerintah untuk melewati parlemen. Ini terjadi setelah anggota parlemen kiri radikal menentang keras rencananya dan memintanya mundur.
“Mundur! Berhenti!,” teriak anggota partai kiri radikal France Unbowed saat Perdana Menteri Elizabeth Borne berpidato. Ini akhirnya sesi harus ditangguhkan karena suaranya tidak terdengar.
Tak lama kemudian, ribuan orang berkumpul dalam protes spontan di Place de la Concorde di pusat kota, karena serikat pekerja berjanji untuk mengintensifkan pemogokan dan demonstrasi jalanan yang telah berlangsung sejak Januari.
“Memaksa melalui undang-undang menunjukkan penghinaan terhadap rakyat,” tutur Kepala serikat pekerja CGT, Philippe Martinez, kepada The Guardian.
Polisi menembakkan gas air mata dan meriam air serta menyerbu dalam upaya membubarkan massa pada Kamis malam, ketika beberapa pengunjuk rasa melemparkan batu. Di beberapa kota Prancis lainnya termasuk Marseille juga terjadi protes spontan menentang reformasi.
Berdasarkan laporan Le Figaro, polisi telah menangkap 120 orang di Paris. Seorang petugas polisi juga dilaporkan terluka dalam satu kebuntuan dengan pengunjuk rasa.
Dengan kebuntuan politik dan demonstrasi ini, oposisi akan menyerukan mosi tidak percaya pada pemerintah dalam 24 jam ke depan. Apakah ini bisa lolos akan tergantung pada sikap partai-partai oposisi yang terpolarisasi.
Mosi tidak percaya apapun akan membutuhkan dukungan dari Les Républicains kanan untuk lolos, tetapi pemimpin partai itu, Éric Ciotti, mengatakan tidak akan mendukung pemungutan suara tersebut.
Macron tidak memberikan komentar publik tetapi AFP mengungkapkan dia memberikan kata-kata tegas pada rapat kabinet tertutup
“Anda tidak dapat bermain dengan masa depan negara,” ujarnya.
Jajak pendapat menunjukkan bahwa dua pertiga warga Prancis menentang perubahan batas usia pensiun tersebut
Pekerja transportasi, pekerja energi, buruh pelabuhan, guru, dan pekerja sektor publik, termasuk staf museum, telah melakukan pemogokan dalam beberapa pekan terakhir. Selain itu, pemogokan pemungut sampah yang berkelanjutan telah menyebabkan lebih dari 7.000 ton sampah menumpuk di separuh Paris.
Serikat pekerja mengatakan reformasi ini akan menekan masyarakat berpenghasilan rendah dalam pekerjaan yang cenderung menjadi pijakan karir mereka di masa awal. Ini juga memaksa mereka untuk bekerja lebih lama daripada sarjana untuk memperoleh upah yang layak.
Di sisi lain, pemerintah berpendapat bahwa menaikkan usia pensiun, menghapuskan hak istimewa bagi beberapa pekerja sektor publik dan memperketat kriteria untuk pensiun penuh diperlukan untuk mencegah penumpukan defisit yang besar.
Perubahan itu juga akan membuat Prancis sejalan dengan tetangganya di Eropa, yang sebagian besar telah menaikkan usia pensiun menjadi 65 tahun atau lebih.