Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia tidak akan mundur dari kebijakan hilirisasi mineral dan batu bara. Termasuk, bila harus melawan gugatan internasional atas kebijakan pelarangan ekspor bijih mineral.
Meski telah dinyatakan kalah dalam gugatan pertama Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/ DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), namun Presiden Jokowi kembali menegaskan bahwa Indonesia tidak akan menyerah.
Seperti diketahui, Indonesia digugat Uni Eropa atas kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel pada 2020 lalu. Pada Oktober 2022 lalu panel WTO menyampaikan bahwa Indonesia kalah dalam gugatan Uni Eropa ini.
Terkait hal ini, Presiden pun memerintahkan jajaran kabinetnya untuk tidak takut melawan balik gugatan Uni Eropa di WTO ini. Bahkan, Presiden pun tak segan menyampaikan pesan tajam terhadap dunia internasional.
“Tahun kemarin kita kalah digugat oleh Uni Eropa. Tapi saya sampaikan pada menteri jangan juga berhenti. Lawan! sehingga kita banding, gak tau kalau nanti banding kalah lagi. Tapi kalau kita belok, jangan berharap negara ini menjadi negara maju,” pesan Presiden Jokowi dalam Pembukaan Muktamar XVII PP Pemuda Muhammadiyah beberapa waktu yang lalu.
Meski telah digugat soal kebijakan larangan ekspor bijih nikel, Presiden bahkan juga telah mengumumkan untuk melarang ekspor bauksit mulai Juni 2023 mendatang. Tak hanya itu, berikutnya Presiden juga berencana akan melarang ekspor mineral lainnya, seperti konsentrat tembaga, timah, hingga emas.
Jokowi pun mengaku tak takut bila nantinya Indonesia kembali digugat negara lain atas kebijakan larangan ekspor mineral mentah tersebut.
“Nanti digugat lagi, pasti ada yang gugat lagi. Ya kita lawan lagi, kalah ya tetap maju terus jangan kalah kita belok percaya saya,” tegasnya.
Kebijakan Jokowi ini tak lain untuk membuat Indonesia melompat menjadi negara maju. Menurutnya, dengan melarang ekspor mineral mentah dan mengembangkan hilirisasi di Tanah Air, maka ini bisa mendorong Indonesia menjadi negara maju. Adapun salah satu proyek yang tengah digencarkan pemerintah yaitu ekosistem baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/ EV).
Menurut Jokowi, Indonesia perlu berkaca pada negara tetangga seperti Taiwan, Korea Selatan dan Jepang, yang telah berhasil melakukan lompatan menjadi negara maju. Ia pun enggan berkaca kepada negara-negara di Amerika Latin yang sejak 1950 – 1960-an masih bertahan di negara berkembang.
Untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju, kata Jokowi, Indonesia memiliki bahan mentah dalam pembuatan baterai kendaraan listrik. Kelak, baterai kendaraan listrik ini akan menjadi ekosistem yang dibutuhkan oleh negara-negara lain.
“Karena kita nikel punya, nikel kita memiliki, tembaga kita memiliki, timah kita memiliki, bauksit kita memiliki, karena semua komponen yang dibutuhkan untuk mobil listrik itu ada di Indonesia,” ujarnya.
Hanya saat ini, kata Presiden Jokowi, yang dibutuhkan Indonesia bagaimana mengintegrasikan nikel yang ada di Sulawesi, tembaga yang ada di Sumbawa dan Papua, Timah di Bangka Belitung serta Kalimantan Barat menjadi barang yang namanya EV baterai dan ekosistem yang lebih besar lagi.
“Menjadi mobil listrik yang ke depan itu semua negara akan membutuhkan dan nilai tambah yang kita akan dapat itu bisa berlipat lipat. Jangan sampai kita sudah berpuluh-puluh tahun bahkan beratus tahun dari zaman voc yang diekspor itu selalu bahan mentah, selalu raw material sehingga nilai tambah kita gak punya,” ungkap Jokowi.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyampaikan pemerintah telah resmi mengajukan banding atas putusan WTO pada 8 Desember 2022 lalu. Seperti diketahui, WTO menyatakan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi nikel RI melanggar aturan perdagangan internasional. Namun, hingga kini pemerintah maupun Uni Eropa masih menunggu terbentuknya Badan Banding WTO.
“Indonesia dan Uni Eropa masih menunggu terbentuknya hakim oleh Badan Banding WTO yang saat ini belum ada karena terdapat blokade pemilihan Badan Banding oleh salah satu Anggota WTO Amerika Serikat,” ujar Zulkifli kepada CNBC Indonesia, Senin (13/2/2023).
“Indonesia meyakini kebijakan hilirisasi tidak melanggar komitmen Indonesia di WTO dan Indonesia akan tetap konsisten dengan aturan WTO,” pungkasnya.
Sebelumnya, Anggota Pokja Hilirisasi Mineral dan Batu Bara Kadin, Djoko Widajatno menilai perlakuan Uni Eropa terhadap RI, khususnya terkait kebijakan larangan ekspor nikel, mirip seperti yang dilakukan VOC pada zaman penjajahan.
Negara-negara Eropa tersebut dinilai hanya ingin menguasai hasil sumber daya alam dari Indonesia tanpa ingin memberikan nilai tambah.
“Waktu VOC mereka datang ke sini tujuannya berdagang setelah berdagang banyak untungnya memaksakan untuk menyerahkan hasil bumi kita ke Eropa karena mereka membutuhkan rempah-rempah dari Indonesia,” ucapnya.
Oleh sebab itu, ia memandang penjajahan di masa VOC seperti terulang kembali dengan adanya intervensi negara-negara Uni Eropa. Utamanya terhadap melimpahnya sumber daya mineral Indonesia yakni nikel yang berasal dari Sulawesi, Maluku Tenggara, dan Papua.