Investor ulung Indonesia Lo Kheng Hong menjadi seorang konglomerat karena saham. Ia bahkan dijuluki ‘Warren Buffet’-nya Indonesia.
Jauh sebelumnya, ternyata Lo Kheng Hong pernah tidak memiliki rumah dan tinggal di hunian yang jauh dari layak.
“Ketika saya dulu menikah saya tak punya uang untuk beli rumah, jadi saya numpang di rumah adik dari Ibu saya. Rumah yang sudah tua ukurnya 5×10 satu lantai, lantainya bukan keramik jadi sangat tua sekali,” kata cerita investor kakap itu dalam YouTube WinMax, dikutip Rabu (15/1/2023).
Lo Kheng Hong mengatakan rumah pertama yang ia bidik saat bekerja sebagai tata usaha di salah satu bank adalah sebuah rumah sederhana dengan tipe 40/90 di kawasan Kosambi, Jakarta Barat seharga Rp 45 juta. Sebab, gajinya dulu hanya sebesar Rp 1 juta pada tahun 90an.
“Padahal di Jakarta Barat itu ada https://idpromeja138.com/ perumahan yang sangat elit waktu itu di Green Garden, itu saya nggak berani lihat. Karena saya sebagai sebagai seorang Klerek di bank dengan gaji kecil mungkin hanya setara Rp 1 juta,” ungkapnya.
Namun, bak ketiban durian runtuh, Lo Kheng Hong mendadak mendapat cuan banyak dari investasi saham yang telah Ia miliki sejak lama. Ia jadi mampu membeli rumah mewah di kawasan elit yang tak terbayangkan sebelumnya.
“Akhirnya tahun akhir 1993 itu, type money policy uang ketat itu dilonggarkan dan saham-saham pada naik. Saya dapat uang banyak sekali dan justru yang saya beli itu bukan yang di Kosambi, tapi yang di Green Garden. Yang saya nggak pernah berani lihat, justru di situ saya beli,” sebutnya.
“Wah berkat Tuhan itu begitu besar dalam hidup saya, begitu ajaib yang nggak pernah saya pikirkan tapi Tuhan berikan itu. Kira-kira itu pengalaman,” imbuhnya.
Setelah membeli rumah mewah, Lo Kheng Hong pun mulu mencicil perabotan satu-per satu. “Beli masih tanah kosong, dicicil bertahap baru kita isi pelan-pelan, nggak langsung. Kita jalan-jalan ke mall beli ranjang 1, beli sofa. Ngga pakai interior desain asal beli ketemu apa beli aja,” ucapnya.
Lo Khong Hong memberi saran kepada generasi millenial untuk memanfaatkan pendapatan dengan membeli aset yang nilainya tidak terdepresiasi. Seperti mobil atau barang mewah lainnya.
“Nilai seseorang itu kan bukan apa yang dia pakai, tapi dilihat dari apa yang dia katakan dan lakukan. Kalau dia lebih baik beli mobil daripada rumah, keliru. Kalau mobil kan depresiasi kalau rumah apresiasi,” pungkasnya.