Fenomena Warga Arab Ramai Jadi Ateis, Ternyata Ini Pemicunya

Sebuah bendera Arab Saudi berkibar di atas gedung konsulat di Istanbul pada 17 Oktober 2018. - Konsul Arab Saudi untuk Istanbul Mohammed al-Otaibion pada 16 Oktober 2018 meninggalkan kota Turki menuju Riyadh dengan penerbangan terjadwal, kata laporan, saat Turki bersiap untuk menggeledah kediamannya dalam penyelidikan hilangnya jurnalis Jamal Khashoggi. (OZAN KOSE/AFP via Getty Images)

Salah satu negara di Timur Tengah yakni Arab, merupakan salah satu negara yang berperan besar di peradaban ajaran Islam dunia. Namun kini, warga di negara tersebut disebut ramai menjadi ateis.

Ateis sendiri, merupakan suatu pandangan tidak mempercayai keberadaan Tuhan ataupun Dewa. Sedangkan, seperti kita ketahui, Arab merupakan negara yang didominasi oleh masyarakat penganut Islam.

Mengacu pada Pew Research Center, pada 2015 saja terdapat 317 juta umat Muslim atau sekitar 93% yang tinggal di beberapa negara yang tersebar di sana.

Lantas, apa penyebab maraknya warga negara Arab tersebut kini berpindah menjadi ateis?

Fenomena masyarakat Arab ramai menjadi ateis dibuktikan dalam satu dekade terakhir. Ini merupakan fenomena menarik terkait agama yang dianut penduduk Arab itu. Fenomena tersebut adalah terjadinya kenaikan jumlah penganut ateisme.

Ada beberapa survei yang memaparkan fakta demikian. Pada 2019, dalam survei BBC International terjadi peningkatan persentase penduduk yang tidak beragama, dari awalnya hanya 8% pada 2013 menjadi 13% pada 2019.

Beberapa lembaga juga pernah melakukan jajak pendapat dalam tingkat regional. Di Iran, dalam riset “Iranian’s Attitudes Toward Religion (2020)” terungkap bahwa 47% dari 40.000 responden mengaku telah beralih dari beragama menjadi ateis.

Sementara di Turki, negara yang 99% berpenduduk Muslim, tercatat peningkatan jumlah ateis dalam kurun 10 tahun terakhir. Dalam laporan lembaga survei Konda pada 2019, ditemukan bahwa jumlah orang Turki yang mengaku menganut Islam telah turun dari 55% menjadi 51%.

“Penurunan ini bukan beralih ke agama lain, tetapi menjadi ateis,” bunyi laporan itu.

Sedangkan di Mesir, mengutip Deutsche Welle, Universitas Al-Azhar Kairo pada 2014 juga melakukan survey tentang topik serupa. Hasilnya menunjukkan bahwa 10,7 juta dari 87 juta penduduk Mesir mengaku menjadi ateis, mencapai 12,3% dari keseluruhan populasi.

Hal sama juga terjadi di Arab Saudi. Mengutip laporan “Saudi Arabia 2021 International Religious Freedom Report (2021)”, tercatat ada 224 ribu yang memilih tidak beragama, baik ateis atau agnostik.

Dengan begitu, Hannah Wallace dalam artikel “Men without God: The Rise of Atheism in Saudi Arabia” (2020) menjelaskan ini tidak terlepas dari sikap politik pemerintah yang menggunakan agama. Hal itu, tulisnya, setidaknya terjadi di Arab Saudi.

Akibatnya, penduduk yang kritis menolak dan menganggapnya politisasi. Semakin mudah mengakses dan berinteraksi dengan kelompok serupa di dunia maya juga mempengaruhi ini.

Kasus di Arab Saudi juga terjadi di Turki. Kepemimpinan Erdogan, diklaim menggeser konsep sekularisme Turki, yang telah diajarkan oleh Mustafa Kemal Ataturk.

Beberapa aturan ketat agama diterapkan seperti melarang minuman keras. Ini membuat beberapa kelompok mulai mengaku tak beragama.

Pendapat lain disampaikan oleh Tamer Fouad, koresponden hubungan internasional Guardian. Menurutnya ada dua hal penyebab meningkatnya ateisme di negara Arab.

Pertama, adanya pandangan negatif terhadap agama karena pemberitaan buruk. Mulai dari penghancuran masjid, pembakaran gereja, hingga aksi kekerasan lain atas nama agama.

Kedua, munculnya kegagalan kepemimpinan partai dan tokoh Islam pasca-Arab Spring. Arab Spring atau Musim Semi Arab yang berupaya menghadirkan demokratisasi dan perbaikan ekonomi kenyataannya gagal dilakukan oleh banyak negara yang dipimpin dua pihak tersebut.

Kegagalan negara untuk memperbaiki kualitas kehidupan politik dan ekonomi membuat rakyat kecewa. Akibatnya mereka tidak lagi memilih partai dan tokoh Islam sebagai pemimpin, sekaligus juga memilih untuk tidak lagi hidup dengan agama.

Meski begitu, Brian Whitaker di Al-bab menyebut menjadi orang Arab dan tak beragama sekaligus adalah hal sulit karena sangat berbahaya. Sebab, mereka bisa dikucilkan oleh keluarga, teman, dan lingkungan.

Bahkan, bisa juga mendapat hukuman mati dari negara. Jadi, salah satu cara untuk lepas dari bahaya itu adalah dengan menyembunyikan statusnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*