Rupiah sempat merosot lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.450/US$, sebelum berhasil di pangkas Kamis kemarin. Pada penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 15.375/US$, melemah 0,1% di pasar spot.
Pada perdagangan Jumat (17/3/2023) rupiah berpeluang menguat lagi melihat dampak negatif dari kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat mulai mereda. Hal itu tercermin dari bursa saham AS (Wall Street) yang menguat pada perdagangan Kamis waktu setempat.
Di sisi lain, dengan kolapsnya SVB dan dua bank lainnya, The Fed diprediksi tidak akan agresif lagi menaikkan suku bunga acuannya yang juga bisa menguntungkan bagi rupiah. Berdasarkan perangkat FedWatch miliki CME Group pelaku pasar melihat ada probabilitas sebesar 80% The Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin pada pekan depan. Sementara 20% probabilitas sisanya melihat The Fed tidak akan menaikkan suku bunganya.
Ekspektasi tersebut berbalik dengan cepat pasca kolapsnya SVB, sebelumnya pasar yakin The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin.
Secara teknikal, Rp 15.450/US$ sekali lagi sukses menahan pelemahan rupiah. Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 38,2% yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Indikator Stochastic pada grafik harian mulai keluar dari wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Dengan stochastic berada di wilayah overbought, ruang penguatan rupiah tentunya lebih besar.
Support terdekat berada di kisaran Rp 15.320/US$ – Rp 15.300/US$. Rupiah bisa menguat lebih jauh jika mampu menembus konsisten ke bawah level tersebut.
Sementara selama tertahan di atas support, rupiah berisiko melemah menguji lagi resisten Rp 15.410/US$ – Rp 15.450/US$.